Senin, 21 Desember 2015

KAJIAN FILOSOFIS TENTANG LINGKUNGAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu tempat yang digunakan dalam sistem belajar mengajar adalah Lingkungan. Tempat berlangsungnya kegiatan Pendidikan Islam terdiri dari rumah, masjid, dan madrasah. Undang – Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengatakan sebagai berikut.
1.        Sebuah pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di sekolah atau lingkungan luar sekolah.
2.        Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.
Diantara pendidikan luar sekolah adalah keluarga yang berlangsung di rumah. Karena keluarga mempunyai peranan yang penting. Disinilah pendidikan pertama kalinya dari orang tua yang berkedudukan sebagai guru (penuntun), pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Lingkungan pendidikan selanjutnya adalah masjid, mushala, pesantren, madrasah, universitas secara keseluruan memiliki fungsi sosial kependidikan yang bersifat umum. Bahkan al - Qur’an menunjukkan bahwa rumah memiliki fungsi yang amat kompleks sesuai perkembangan zaman, misalnya rumah sebagai sarana rekreasi, olahraga, latian kerja. Namun fungsi sebagai tempat belajar lebih di tujukan untuk anggota keluarga yang bersangkutan, bukan untuk umum. Menurut pandangan kaum muslimin rumah bukanlah tempat yang baik untuk memberi pelajaran umum, karena tidak dapat merasakan keetosan belajar, tetapi apabila dibutuhkan dalam kegiatan mendesak, maka rumah dijadikan tempat kegiatan belajar secara khusus.
B.        Rumusan Masalah
1.        Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap perkembangan filsafat Pendidikan Islam ?
2.        Bagaimana lingkungan keluarga mempengaruhi filsafat Pendidikan Islam ?
                                                      
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Lingkungan Tarbiyah Islamiyah
Salah satu system yang memungkinkan proses kependidikan Islam berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah suatu institusi atau lembaga dimana pendidikan itu berlangsung. Dalam berbagai sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai pendapat para ahli tentang pengertian lingkungan pendidikan. Kajian lingkungan pendidikan ini biasanya terintegrasi dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan pendidikan. Namun, dapat dipahami bahwa, lingkungan tarbiyah adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan dengan baik.
Al-Qur’an tidak mengumukakan penjelasan mengenai lingkungan pendidikan Islam tersebu, kecuali lingkungan pendidikan yang dalam praktek sejarah digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan, yaitu rumah, masjid, sanggar kegiatan para sastrawan, madrasah, dan universitas. Lingkungan sebagai tempat kegiatan sesuatu hal, mendapat pengarahan dan perhatian dari Al-Qur’an. Sebagai tempat tinggal manusia pada umumnya, lingkungan dikenal dengan istilah al-qaryah diulang dalam Al-Qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan keadaan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang dihubungkan dengan penduduknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksaan dari Allah, sebagian dihibungkan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai dan sebagian lagi di hubungkan dengan tempat tinggal para Nabi. Semua ini menunjukkan tentang pentingnya lingkungan atau tempat bagi suatu kegiatan, termasuk kegiatan pedidikan Islam.

B.       Fungsi Lingkungan Tarbiyah Islamiyah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa, lingkungan atau tempat berguna untuk menunjang suatu kegiatan, termasuk kegiatan pendidikan, karena tidak ada satupun kegiatan yang tidak memerlukan tempat dimana kegiatan itu diadakan.  Tarbiyah Islamiyah mempunyai fungsi antara lain : menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, dan tertib. Dengan ini Al-Qur’an memberi isyarat tentang pentingnya menciptakan suasana saling menolong, saling menasehati, dan seterusnya agar kegiatan yang dijalankan manusia dapat berjalan baik.
Sebelum belajar di madrasah-madrasah, kaum Muslim belajar di Kutab di mana diajarkan bagaimana cara membaca dan menulis huruf Al-Qur’an, dan kemudian diajarkan ilmu agama dan ilmu Al-Qur’an.
Dengan memperhatikan uraian dan informasi diatas dapat diidentifikasikan bahwa lingkungan atau tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan Islam itu terdiri dari rumah, masjid, kutab, dan madrasah. Pada perkembangan selanjutnya institusi lembaga pendidikan ini disederhanakan menjadi lingkungan sekolah pendidikan dan pedidikan luar sekolah. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, misalnya mengatakan sebagai berikut:
1.        Suatu pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2.        Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.
3.        Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis.

C.      Macam-macam Lingkungan yang Mempengaruhi Pendidikan Islam
1.        Satuan Pendidikan Luar Sekolah
Diantara satuan pendidikan luar sekolah adalah keluarga yang berlangsung dirumah. Secara literal keluarga adalah merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari orang yang berada dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya terdiri dari suami isteri. Dalam arti normatif, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut. Didalam al-Qur’an kata keluarga dipresentasiakn melalui kata ahl.
Karena keluarga sekurang-kurangnya terdiri dari suami dan isteri, maka kajian tentang keluarga ini dapat dikoordinasikan dengan ayat-ayat yang berhubungan dengan tujuan terciptanya keluarga, peran dan tugas suami isteri, hak dan kewajibannya masing-masing, manajemen keluarga dan seterusnya yang kesemuanya itu mengacu pada terciptanya keluarga yang berkualitas yang dapat menopang tugasnya dalam membina putera-puteri dalam keluarga tersebut.
Terciptanya keluarga yang terjadi melalui perkawinan dua makhluk berlainan jenis dalam Al-Qur’an dianggap sebagai sesuatu yang suci dan tidak sepantasnya dijadikan sarana untuk bermain-main atau pemuas hawa nafsu biologis seksual semata-mata, seperti saling membina kasih sayang, tolong menolong, mendidik anak, berkreasi, berinovasi. Dengan demikian, keluarga amat berfungsi dalam mendukung terciptanya kehidupan yang beradab. Keluarga merupakan landasan bagi terwujudnya masyarakat beradab. Tanpa landasan ini, akan menyebabkan kekacauan dalam masyarakat.
Sebelum di bangun suatu keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat-syarat yang bersifat psikologis, saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut baligh.(Q.S.an- nisa’:6)
Dengan syarat tersebut, keluarga diharapkan dapat memainkan perannya dalam membina masa depan putera-puterinya secara berkualitas dan berdaya guna. Harta benda dan putera-puteri yang tumbuh dalam keluarga dipandang sebagai fitrah atau ujian dari Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Pada suatu ayat disebutkan : Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sholih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmuu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Q.S. al-kahfi)
Begitu pentingnya peranan yang harus dimainkan oleh keluarga dalam mendidik, maka dalam bebagai sumber bacaan mengenai kependidikan, keluarga selalu disinggung dan diberi peran penting. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, alam keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah pendidikan yang permulaan. Pendidikan disitu pertama kalinya bersifat pendidikan dari orang tua yang berkedudukan sebagai guru (penuntun), sebagai pengajar dan sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh).
Berkaitan dengan peranan keluarga dalam pendidikan tersebut, Al-Qur’an juga berbicara mengenai peranan yang dimainkan oleh tempat tinggal atau rumah dimana  keluarga itu berada. Bahkan perhatian Tuhan terhadap rumah dengan berbagai aspeknya begitu besar. Secara keseluruhan rumah tersebut memperlihatkan fungsinya yang bermacam-macam, seperti tempat ibadah yang dimulyakan Tuhan, tempat tinggal anggota keluarga, tempat tinggal para Nabi, tempat tinggal sementara, dan tempat menyelenggarakan pendidikan.
Lingkungan pendidikan selanjutnya adalah masjid, mushalla, madrasah, dan universitas yang secara keseluruhan memiliki fungsi sosial kependidikan dan bersifat umum.
2.        Lingkungan Pendidikan Sekolah
Sekolah sebagai tempat belajar sudah tidak dipersoalkan lagi keberadaannya. Secara historis keberadan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid, yaitu karena adanya di antara mata pelajaran-mata pelajaran yang untuk mempelajarinya diperlukan soal jawab, perdebatan, pertukaran pikiran. Cara mengajarkan suatu pelajaran yang semacam ini tidak serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada pengunjung-pengunjung masjid.
Menurut Von Kremer sebagaimana yang dikutip oleh Syalabi mengatakan bahwa, ada sekumpulan manusia yang mempergunakan bagian terbesar dari waktunya untuk mengajar. Dan untuk nafkah hidupnya sehari-hari mereka mengerjakan perusahaan-perusahaan yang ringan di samping mengajar. Akan tetapi, mereka tidak berhasil untuk mencapai taraf penghidupan yang selaras, karna itu perlu didirikan sekolah-sekolah, karna sekolah-sekolah itu yang akan menjamin mereka penghasilan yang mencukupi keperluan hidu mereka sehari-hari.
Didalam Al-Qur’an tidak ada satupun kata pun kata yang secara langsung menunjukkan pada arti sekolah, yaitu madrasah. Tetapi sebagai akar kata dari madrasah, yaitu darasa didalm Al-Qur’an dijumpai sebanyak enam kali. Kata-kata darasa dalam Al-Qur’an di artikan bermacam-macam di antaranya perintah agar mereka (Ahli kitab) menyembah Allah lantaran mereka telah membaca Al-Kitab, informasi bahwa Allah tidak pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca) dan berisi informasi bahwa Al-Qur’an di tunjukan sebaai bacaan seluruh orang. Ini menujukkan bahwa keberadaan madrasah sebagai tempat belajar atau tempat mempelajari sesuatu sejalan dengan semangat Al-Qur’an yang senantiasa menunjukan kepada umat manusia agar mempelajari sesuatu.
3.        Lingkungan Masyarakat
Manusia  adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT yang keberadaan hidupnya tidak dapat menyendiri. Manusia membutuhkan masyarakat di dalam pertumbuhan dan perkembangan kemajuan yang dapat meninggikan kualitas hidupnya. Semua itu membutuhkan masyarakat, dan mereka harus hidup di masyarakat. Ibnu Sina pernah mengatakan: “Manusia berbeda dengan makhluk lainnya disebabkan manusia itu tidak dapat memperbaiki kehidupannya jika ia hidup menyendiri tanpa ada orang lain yang menolong, memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia yang diperlukan dari masyarakat tidak hanya yang menyangkut bidang material melainkan juga bidang spiritual, termasuk ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan  anusia memerlukan adanya lingkungan sosial masyarakat. Dari sebab inilah para ahli pendidikan umunya memasukkan lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan.
Selanjutnya di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia atau sekumpulan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu. Mislanya, memperbaiki keadaan masyarakat.
Masyarakat dalam arti seperti disebutkan di atas adalah merupakan suatu keharusan. Ahli-ahli filsafat menyatakan kebenaran ini karena menurut wataknya, manusia adalah makhluk sosial, artinya bahwa ia membutuhkan suatu masyarakat, atau suatu kota sebagaimana mereka namakan.
Pernyataan tersebut didukung oleh suatu alasan antara lain, bahwa kesanggupan seseorang untuk mendapatkan makanan tidak cukup menghasilkan yang perlu bagi mempertahankan hidupnya. Hingga, untuk mendapatkan makanan yang sedikitpun, kebutuhan gandum untuk makan satu hari saja, membutuhkan rupa-rupa pekerjaan seperti menggiling, mengaduk, dan memasak yang setiap pekerjaan itu membutuhkan alat-alat yang memaksakan adanya tukang kayu, tukang besi, tukang bikin periuk dan tukang-tukang lainnya. Hingga, ia bisa makan gandum dengan tanpa digiling atau dimasak terlebih dahulu, namun ia baru bisa mendapatkan gandum yang belum digiling itu setelah dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang banyak seperti menanam, menuai, memisahkan gandum dari tangkainya, dan membersihkannya. Semua proses ini membutuhkan lebih banyak alat dan pekerjaan.
Di dalam Al-Qur’an suatu perkumpulan atau masyarakat dapat digunakan kata jama’ah yang berakar pada kata jama’a. Kata-kata jama’a dalam Al-qur’an diulang sebanyak 130 kali yang diungkap dalam bentuk kata kerja seperti jama’a atau yajma’u dan dalam bentuk kata benda atau isim seperti al-jam’u, jami’u dan sebagainya.
Banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan kata-kata perkumpulan atau jama’ah tersebut menunjukkan pentingnya perkumpulan bagi masyarakat, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat untuk bermasyarakat.
Walaupun seseorang lahir dengan berbekal pembawaan, pembawaan itu masih bersifat umum yang harus dikembangkan melalui interaksi lingkungan, sehingga pembawaan dan lingkungan bukanlah hal yang tidak bersatu, tetapi saling membutuhkan mengingat pembawaan merupakan batas-batas kemungkinan yang dapat dicapai dari lingkungan.  

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu institusi atau lembaga dimana pendidikan itu berlangsung dan memerlukan salah satu faktor yakni  faktor lingkungan dalam menunjang penyelenggaraan pendidikan tersebut dengan baik. Lingkungan penunjang kegiatan tersebut meliputi lingkungan luar sekolah, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lingkungan luar sekolah adalah keluarga yakni sebagai pendidikan pertama kali setiap orang. Pendidikan disitu pertama kalinya bersifat pendidikan dari orang tua yang berkedudukan sebagai guru (penuntun), sebagai pengajar dan sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Faktor lingkungan pendidikan selanjutnya yakni pendidikan sekolah yang bisa disebut sebagai madrasah dan pendidikan di dalam lingkungan masyarakat.















DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, A, H, Drs. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
M. Ag, Mujib, Abdul, Dr. M. Si, Mudzakir, Jusuf, Dr. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar